Beberapa istilah teknis yang digunakan Kant:
(1) Kebenaran a priori (secara etimologis berarti “dari hal yang lebih dulu”), yakni kebenaran yang independen dari pengalaman atau kebenaran yang datang sebelum kita berinteraksi dengan objek. Kebenaran ini memiliki validitas universal dan niscaya (necessary), misalnya: kebenaran matematis bahwa 1+2=3;
proposisi yang bersifat sintesis a priori merupakan proposisi yang sifatnya benar tanpa memerlukan pertimbangan dari pengalaman. Lebih jauhnya, proposisi yang bersifat sintesis a priori seperti misalnya: “Segala sesuatu pasti memiliki sebab”, tidak pernah bisa dibuktikan oleh para penganut aliran empirisme karena mereka telah telah terdoktrin bahwa “pasangan” dari sintesis adalah posteriori dan sebaliknya, “pasangan” dari analitis adalah apriori. Begitu juga dengan penganut aliran rasionalisme. Mereka terlalu terpaku dengan rangkaian istilah tersebut, sehingga mereka seringkali salah. Seperti misalnya dalam proposisi “Diri sendiri merupakan zat tunggal” (The self is a simple substance), mereka mengira bahwa proposisi tersebut dapat dibuktikan secara analitis a priori tapi ternyata tidak. Kant berargumen, bahwa proposisi yang bersifat sintesis a priori memerlukan sejumlah macam bukti dibandingkan proposisi yang sifatnya analitis a priori atau sintesis a posteriori. Petunjuk dari bagaimana melakukannya, menurut Kant, dapat ditemukan dalam sejumlah proposisi yang ada dalam ilmu pengetahuan alam dan matematika. Proposisi geometris seperti “Sudut-sudut dari segitiga selalu berjumlah 180°” merupakan sesuatu yang diketahui secara a priori, namun hal tersebut tidak hanya diketahui dari sebuah analisis atas konsep segitiga saja. Kita harus “pergi keluar dan melebihi konsep... menggabungkan hal tersebut ke dalam pemikiran yang bersifat a priori, dimana kita tidak mempunyai pemikiran itu.”
Inovasi Kant secara metodologis adalah dengan menggunakan apa yang ia sebut sebagai argumen transendental untuk membuktikan proposisi yang bersifat sintesis a priori. Salah satu argumennya adalah “ada realitas yang eksis di dalam waktu dan tempat diluar diriku”, yang tidak bisa dibuktikan baik secara a priori maupun posteriori. Menurutnya, ada sebuah realitas yang bersifat independen dan diluar pengalaman manusia. Ia menyebut realitas itu sebagai dunia noumena—yakni dunia realitas dalam-dirinya-sendiri. Sedangkan dunia yang tampak dihadapan kita adalah dunia fenomena—yakni dunia yang ditangkap oleh pengalaman indera kita. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pasti ada sesuatu yang sifatnya permanen diluar dirinya, yang tidak dapat dijangkau oleh dirinya sendiri.
Thursday, February 21, 2008
A Priori
Posted by
Achmad Fajar
at
6:21 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment